Menulis Sebagai Sabda Tuhan
03 March 2013
Malam semakin sepi, sunyi, senyap dan kelam
Keinginan menulisku tumbuh lagi, setelah beberapa hari belum sempat membuat postingan blog, sekarang muncul lagi untuk menulis, menulis tanpa memperdulikan tata pola dan kelola kalimat formal. Sebab yang penting adalah curah gagasan sebagai tujuan utamanya. Bukan tetek bengek cara yang dapat merintangi maksudnya.
Terkadang aku ingin berhenti menulis puisi cinta dan kelam, dan menulis sesuatu yg baru, menulis sebagai sabda Tuhan, pelaksanaan perintah kedua setelah perintah membaca. ‘Iqra’ dan ‘allama bil qalam”. Menulis dengan niat pengabdian dan pengorbanan dalam meluangkan waktu. Dan menulis apapun tentang perasaan untuk disampaikan pada alam.
Aku pun terkadang berpendapat bahwa siapa yang akan membaca tulisan di blogku ini?
mungkin tak akan ada yang mendengarkan pada saat aku melakoni prosesnya. Tapi tiba saatnya anak titisan bangun dari tidurnya, bergairah dari mimpinya untuk mengejawantahkan persoalannya.
Dengan itu disini ingin aku menuliskan sesuatu. Seperti kata motivasi: tulislah apa yang telah dilakukan selama satu tahun ke belakang, dan menulis apa saja yang akan dilakukan selama satu tahun ke depan. Ini sangat penting bagi pengembangan perikehidupan.
Bukankah Allah berkata, Rencanakanlah segala sesuatu untuk esok hari. ‘Esok hari’ di sini bukan artinya hari besok dalam rentangan pendek setelah 24 jam berikutnya. Tapi ‘esok hari’ adalah mengkalkulasikan rencana-rencana ke depan kita yang dimulai saat ini. Bagaimana impian setahun, lima tahun, atau sepuluh tahun kemudian setelah menuliskan ini.
Memang harapan tinggallah harapan. Tapi semangat haruslah tetap terjaga, meski api realitas jauh dari panggangnya. Seperti kata pepatah: hidup bukan untuk ditangisi bagaimana nasibnya, tapi bagaimana semuanya dijalani dengan tetap melangkah dan mengepalkan pada kesewenang-wenangan nasib struktural.
**