Sebelum Ajal
09 November 2010
Sebelum kematiannya tiba,
pertanda telah datang mengabarinya,
ia jatuh terkapar,
terhenyak pada tangan dan mulutnya,Dia enyahkan baju besi dan tombaknya,
lalu bentangkan jasad,
terlentang dada tengadah,
bagai kayu besar terbelah dua.
O, kasihan!
penungggang kuda ksatria,
Ada apa denganmu?
kekuatan sirna dan tak bicara.
O, betapa pedih tiada kata!
jika Allah menjatuhkan qadar-Nya,
musibah besar menghampiri anda,
tatkala tidak mengagungkannya.
Kematian adalah berita nyata,
kita di sini menjadi saksi,
betapa dahsyat ketika terjadi,
namun ingin selalu diingkari.
segala apa yang kau temui,
tak satu cerah berseri,
hanya Allah kekal abadi,
harta dan anak musnah pasti.
Suatu hari gudang Hurmuz juga,
tak kan berguna untuk semua,
bahkan 'Ad dulu kala berusaha,
untuk kekal tiada bisa.
tidak juga Sulaiman,
meski angin turuti perintahnya,
bahkan manusia dan jin terpedaya,
tunduk bersimpuh di hadapannya.
Adakah jua raja-raja,
yang karena kejayaannya,
para delegasi datang menghampirinya,
dari segala penjuru dunia?
justru di sanalah sebuah telaga,
yang bakal didatangi tanpa dusta,
suatu hari kita pun tiba,
sebagaimana mereka pula.
ingatlah mati,
pemutus kelezatan dan bersiaplah,
tiada kamu berdaya,
kapan saja dia pasti tiba.
maka keberangkatan pun menjemputnya,
dalam keadaan sadar dan siap siaga,
itulah kesiapan penuh tertata,
tidak lalai akan cita.
jatahmu dari yang dikumpulkan semua,
sepanjang hidupmu di dunia,
hanyalah dua carik kain sederhana,
pembungkus tubuh dan daun bidara.
Sifat qana'ah sajalah,
jangan kau inginkan gantinya,
padanya terdapat kenikmatan,
padanya ketentraman badan.
lihatlah pemilik segala harta,
dia pergi meninggalkan dunia,
tak ada yang dibawa,
selain kapas dan pembungkus jasadnya.
dan niscaya mereka tinggalkan harta,
menyeberang ke negri lainnya,
bukanlah dunia ini bagi mereka,
sekadar jembatan menuju kesana.
tiada kemuliaan yang patut dibangga,
selain kemuliaan orang yang taqwa,
esok saat berkumpul mereka,
di Padang Mahsyar yang perkasa.
aku memang ingat akan binasa,
tapi tak kurasa takut kepadanya,
keras nian hati di dada,
bagai batu tidak berharga.
aku tak henti mencari harta,
seolah 'kan kekal di dunia,
padahal maut mengejar di belakangku,
langkah demi langkah terus menguntitku.
tercabut nyawa telah ditaqdirkan.
intipan maut dari segenap penjuru,
tempat bersembunyi pasti kan tahu,
ke mana saja dia tangkap,
untuk selamat tiada terhindar.
kamu tahu, kematian itu penjagal cita,
segala keyakinanmu, cepat, dihadang,
penggalan maut sakit dirasa,
kamu tahu memang tidak nyaman,
seakan-akan kamu berpesan kata,
sambil memandangi anak-anakmu yatim merana,
sementara ibu mereka menanggung derita,
berteriak tangis, duka nestapa.
rupanya dia tercekik oleh kesedihan,
lalu dia tampar sendiri tembam mukanya,
dilihat orang sembarang pria,
padahal semula hidup terjaga,
seorang datang padamu bawa kain kafan,
bakal pembungkus ragamu dalam lipatan,
lalu tanah kuburan dia timbunkan,
meski air mata linang tergenang.
pertanda telah datang mengabarinya,
ia jatuh terkapar,
terhenyak pada tangan dan mulutnya,Dia enyahkan baju besi dan tombaknya,
lalu bentangkan jasad,
terlentang dada tengadah,
bagai kayu besar terbelah dua.
O, kasihan!
penungggang kuda ksatria,
Ada apa denganmu?
kekuatan sirna dan tak bicara.
O, betapa pedih tiada kata!
jika Allah menjatuhkan qadar-Nya,
musibah besar menghampiri anda,
tatkala tidak mengagungkannya.
Kematian adalah berita nyata,
kita di sini menjadi saksi,
betapa dahsyat ketika terjadi,
namun ingin selalu diingkari.
segala apa yang kau temui,
tak satu cerah berseri,
hanya Allah kekal abadi,
harta dan anak musnah pasti.
Suatu hari gudang Hurmuz juga,
tak kan berguna untuk semua,
bahkan 'Ad dulu kala berusaha,
untuk kekal tiada bisa.
tidak juga Sulaiman,
meski angin turuti perintahnya,
bahkan manusia dan jin terpedaya,
tunduk bersimpuh di hadapannya.
Adakah jua raja-raja,
yang karena kejayaannya,
para delegasi datang menghampirinya,
dari segala penjuru dunia?
justru di sanalah sebuah telaga,
yang bakal didatangi tanpa dusta,
suatu hari kita pun tiba,
sebagaimana mereka pula.
ingatlah mati,
pemutus kelezatan dan bersiaplah,
tiada kamu berdaya,
kapan saja dia pasti tiba.
maka keberangkatan pun menjemputnya,
dalam keadaan sadar dan siap siaga,
itulah kesiapan penuh tertata,
tidak lalai akan cita.
jatahmu dari yang dikumpulkan semua,
sepanjang hidupmu di dunia,
hanyalah dua carik kain sederhana,
pembungkus tubuh dan daun bidara.
Sifat qana'ah sajalah,
jangan kau inginkan gantinya,
padanya terdapat kenikmatan,
padanya ketentraman badan.
lihatlah pemilik segala harta,
dia pergi meninggalkan dunia,
tak ada yang dibawa,
selain kapas dan pembungkus jasadnya.
dan niscaya mereka tinggalkan harta,
menyeberang ke negri lainnya,
bukanlah dunia ini bagi mereka,
sekadar jembatan menuju kesana.
tiada kemuliaan yang patut dibangga,
selain kemuliaan orang yang taqwa,
esok saat berkumpul mereka,
di Padang Mahsyar yang perkasa.
aku memang ingat akan binasa,
tapi tak kurasa takut kepadanya,
keras nian hati di dada,
bagai batu tidak berharga.
aku tak henti mencari harta,
seolah 'kan kekal di dunia,
padahal maut mengejar di belakangku,
langkah demi langkah terus menguntitku.
tercabut nyawa telah ditaqdirkan.
intipan maut dari segenap penjuru,
tempat bersembunyi pasti kan tahu,
ke mana saja dia tangkap,
untuk selamat tiada terhindar.
kamu tahu, kematian itu penjagal cita,
segala keyakinanmu, cepat, dihadang,
penggalan maut sakit dirasa,
kamu tahu memang tidak nyaman,
seakan-akan kamu berpesan kata,
sambil memandangi anak-anakmu yatim merana,
sementara ibu mereka menanggung derita,
berteriak tangis, duka nestapa.
rupanya dia tercekik oleh kesedihan,
lalu dia tampar sendiri tembam mukanya,
dilihat orang sembarang pria,
padahal semula hidup terjaga,
seorang datang padamu bawa kain kafan,
bakal pembungkus ragamu dalam lipatan,
lalu tanah kuburan dia timbunkan,
meski air mata linang tergenang.